Lensa Berita Terkini - Fahri Hamzah, Wakil Ketua DPR RI menilai, Komisi
Pemberantasan Korupsi ( KPK ) sangat tidak memahami Undang Undang KPK nomor 30
tahun 2002.
Hal itu disampaikan dirinya untuk menanggapi nota
kesepahaman yang telah ditandatangani oleh KPK dengan Polri dan Kejaksaan
Agung.
Diketahui salah satu isi dari nota kesepahaman itu adalah
terkait dengan izin untuk pengeledahan di dua institusi tersebut.
"Ya sebetulnya itu nota kesepahaman karena KPK itu
tidak paham dengan peran masing masing. kalau kita bicara Undang Undang nomor
30 tahun 2002 itu, KPK seharusnya berani untuk ambil inisiatif di dalam upaya
pemberantasan korupsi. khususnya didalam membangun sistem yang baik", ujar
Fahri di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu ( 29/3/17).
Menurut dirinya dengan adanya Undang Undang nomor 30 tahun
2002 itu. KPK sudah tidak perlu lagi untuk menandatangani nota kesepahaman
dengan dua lembaga tersebut. alasannya karena Undang Undang itu telah
memberikan kewenangan penuh kepada pihak KPK untuk melakukan penindakan kepada
siapapun.
Dengan adanya ketentuan Undang Undang itu, menurut Fahri,
KPK telah memiliki kewenangan yang sangat kuat untuk dapat memberantas tindakan
korupsi.
Dirinya berpendapat bahwa seharusnya KPK yang membuat nota
kesepahaman dengan pihak DPR terkait dengan izin penggeledahan.
Dirinya kemudian mengatakan, didalam konstitusi, Anggota DPR
yang sekalu legistrator, memiliki kekebalan sehingga tidak boleh sembarangan
disentuh. sedangkan hal tersebut tidak berlaku kepada aparat penegak hukum.
"Kalau ini semuanya tidak paham, terutaman KPKnya. ini
sebenarnya membuat orag kewalahan di lapangan, tidak mengerti bagaimana caranya
supaya pemberantasan korupsi itu dapat efektif", ujar Fahri.
Diketahui sebelumnya, KPK, Polri dan Kejaksaan Agung telah
memperbarui nota kesepahaman bersama mengenai penegakan hukum dalam tindak
pidana korupsi.
Terdapat setidaknya 15 pasal yang tercantum didalam nota
bersama tersebut. di dalam MoU ini, sinergi ketiga lembaga penegak hukum itu
makin akan diperkuat di dalam menanggani kasus korupsi. Hal ini khususnya
didalam melakukan pertukaran data serta informasi mengenai kasus kasus yang
ditangani oleh ketiga lembaga itu.
Didalam nota bersama itu, juga terdapat penambahan
kesepakatan mengenai Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan ( SPDP ) yang
berbasis elektronik.
Selama ini, SPDP tersebut di kirim secara manual dan dapat
menghabiskan waktu lebih banyak.(Lensa Berita Terkini)