Lensa Berita Terkini - Direktur The Wahid Institute Yenny Wahid menyampaikan pendapatnya soal masalah Rohingya kepada Kedutaan besar Myanmar untuk Indonesia. Yenny mengutaraakan seharusnya krisis Rohingya diatasi dengan cara dialogis.
Pertemuan tersebut dilakukan pada Jumat (08/09/2017) di kantor Dubes Myanmar di Menteng, Jakpus. Yenny bersama perwakilan Muslimat NU bertemu langsung dengan Duta Besar (Dubes) Myanmar untuk Indonesia Ei Ei Khin Aye dan Wakil Dubes Kyaw Soe Thein.
Permintaan penyelesaian lewat diskusi ini berhubungan dengan alasan pemerintah Myanmar melakukan serangan untuk mengusir The Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA). Myanmar mesti membedakan masyarakat sipil dengan ARSA.
"Buat kita, serangan teroris atau bukan haruslah pendekatan dialogis. Harus dibedakan antara teroris dengan masyarakat sipil," kata Yenny saat dihubungi tribunnews, Sabtu (09/09/2017).
Tindakan militer juga harus secepatnya dihentikan. Baik oleh ARSA ataupun oleh militer Myanmar.
"Kekerasan dihentikan di Myanmar, baik dari pemerintah, kelompok ARSA. Dan pemerintah tidak membalas aksi dengan represi militer," ujar Yenny.
"Represi cuma menghasilkan korban masyarakat sipil. Kami menghimbau supaya tidak memakai pendekatan militer," sebut Yenny.
Yenny juga tidak lupa menyampaikan permohonan kepada Myanmar untuk membuka akses ke Ronghiya. Dengan begitu, bantuan kemanusiaan bisa masuk dan meringankan beban warga Rohingya.
"Kita meminta supaya Myanmar membuka akses bantuan kemanusiaan yang akan dikirim ke pengungsi. Karena saat ini ditutup militer, seperti DOM di Aceh dulu," ujar Yenny.
Selain itu, yang lebih penting untuk secepatnya dilakukan adalah memberikan status warga negara kepada masyarakat Rohingya. "Kita mendesak adanya penyelesaian permanen ada kewarganegaraan Rohingya," tutup Yenny. (Lensa Berita Terkini)